Memorian saat di Pondok Pesantren as-Salafiyat tahun 2007-2010
Pertama kali
menginjakkan kaki di Pondok Pesantren ketika saya berumur 16 tahun. Alasan saya
mempelajari ilmu Agama di Pesantren yaitu karena saya ingin seperti kakak saya
yang semuanya mondok di pesantren. Selain itu, karena memang diminta oleh
orangtua agar mondok, dikarenakan khwatir akan pergaulan di rumah. Semua
kebutuhan untuk mondok pun dipersiapkan, mulai dari kebutuhan pribadi, perlengkapan
sekolah dan lainnya.
Selain mondok di pesantren
di as-Salafiyat, saya juga telah mendaftar di sebuah sekolah Madrasah Aliyah
Negeri Model Babakan Ciwaringin Cirebon. Sekolah yang jaraknya dekat dengan
pon-pes as-Salafiyat. awalnya memang niat saya mondok yaitu karena saya harus
sekolah di MAN Model Babakan Ciwaringin, tetapi setelah saya mengetahui dari
seorang kiayi bahwa niat mondok itu jangan sekolah sambil mondok tetapi modok
sambil sekolah. Jadi yang diutamakannya adalah mondok bukan sekolah formal.
Kehidupan saya
mulai berubah setelah berada di pondok pesantren, karena semuanya mulai dari
kondisi, kebiasaan dan kegiatan sangat berbeda seperti yang dibayangkan. di
minggu-minggu awal saya terus-menerus menangis karena ingin pulang dan tidak
kerasan dipon-pes as-Salafiyat padahal kakak saya juga mondok di tempat itu.
Namun dari pihak pesantren memberikan air doa sebagai usaha agar anak yang
mondok bisa kerasan. Lambat laun saya mulai kerasan di pondok karena saya
berpikir bahwa jangan sampai saya mengecewakan perasaan kedua orangtua saya.
Kegiatan dipon-pes
As-Salafiyat pun dijalani, semua orang pun tahu bahwa pon-pes As-Salafiyat
adalah Pon-Pes puteri yang paling padat kegiatannya. Kesehariannnya yaitu
shalat subuh berjamaah, dilanjutkan dengan mengaji kitab kuning menggunakan
teknik sorogan setelah itu bagi anak yang sekolah formal harus bersiap-siap
untuk berangkat sekolah, sepulang sekolah saya sudah ditunggu dengan kegiatan
madrasah siang hingga asyar. Setelah itu, shalat asyar berjamaah, santri
diminta untuk cocogan. Cocogan yaitu bimbingan membaca al-Qur’an kepada
pengurus sebelum mengaji kepada pengasuh Pon-Pes As-Salafiyat. seperti biasanya
shalat magrib pun berjamaah, setelah shalat magrib mulailah para santri pemula
membaca al-Qur’an di Musolah yang dibimbing oleh pengurus hingga berkumandang
adzan isya. Jamaah shalat Isya pun merupakan kegiatan keseharian, setelah
shalat Isya ada kegiatan musyawaroh. Musyawaroh yaitu kegiatan mengulang
pelajaran yang telah dipelajari ketika madrasah siang hingga pukul 10 malam.
Setelah itu barulah istirahat.
Bel merupakan salah
satu alat wajib di setiap kegiatan dan itulah yang membuat saya tergesa-gesa
ketika melakukan kegiatan dan membuat kaget. Semua kegiatan pasti diawali
dengan bel tanda bahwa kegiatan dimulai dan kegiatan berakhir. Kegiatan yang begitu
padat membuat saya lupa bahwa saya awalnya tidak kerasan.
Pengalaman yang
sering dialami oleh santri pemula yaitu saat mengantri untuk mandi, jika kita
tidak tahu aturan mainnya, menunggu berjam-jam di depan pintu kamar mandi akan
percuma. Karena pasti di setiap kamar mandi sudah ada daftaran (antrian). Ini
merupakan masalah utama mengapa banyak santri yang tidak kerasan di pondok
Pesantren. Inilah yang menjadi tantangan bagi santri bahwa jika ingin mandi, ya
harus bangun awal dan secara tidak langsung mengajarkan kita untuk melaksanakan
shalat malam. Tetapi saya bersyukur karena saya masih bisa bertahan dan
mempelajari Agama di sini. Banyak pelajaran hidup yang saya alami di sini
seperti kesabaran, keikhlasan, berbagi, kerja keras, kalau di pondok ada bahasa
ngaji rasa, maksudnya harus bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Taziran atau hukuman di pondok
bermacam-macam tergantung bagaimana bentuk kesalan yang diperbuat seperti tidak
berjamaah, mengantuk saat kegiatan, tidak piket, bahkan menaruh al-Qur’an di
tempat yang dilarang di Musolah saat kegiatan pun ada hukumannya. Kesalahan itu
yang sehari-hari sering dilakukan dan hukumannya pun ringan seperti membayar
denda sebesar Rp. 1000. Jika ingin hukuman bentuk pekerjaan seperti
membersihkan Musolah, mencuci Lap. Namun ada hukuman khusus dan cukup berat
bagi santri yang pacaran, bolos, yaitu menguras bak mandi bahkan disiram oleh
air comberan/got.
Saya pun mempunyai
pengalaman saat teman saya janjian dengan pacarnya dan ketahuan oleh pengurus pondok
dan akhirnya kami dihukum, sebenarnya saya tidak ikut menemani teman saya
bertemu dengan pacarnya, namun karena solidaritas saya pun ikut membantu
menjalani hukuman itu. Hukuman itu memberikan saya pelajaran bahwa ketika saya
berada di pondok apapun harus benar-benar dijaga, untuk kebaikan kita sendiri.
Tak hanya bidang keamanan, saat bidang pendidikan beraksi pun saya sering
bersembunyi di kamar mandi karena ada pemeriksaan kuku, dan faktanya kuku
bagian jari kelingking saya cukup panjang. Biasanya diadakan pemeriksaan saat
akan madrasah siang seperti pemeriksaan seragam, dan perlengkapan lainnya.
Karena saat pembelajaran di madrasah santri diwajibkan menggunakan kaos kaki.
Sesuatu yang menegangkan
dalam kegiatan pondok yaitu saat menghadapi ulangan madrasah. Ulangan Madrasah
dilakukan tiga kali selama satu tahun, sering disebut juga catruwulan. Ada tiga
hal yang dinilai dalam pelaksanaan ulangan Madrasah yaitu tes tulis, tes lisan
atau membaca kitab kuning dan hafalan sesuai dengan tingkatan kelas masing-masing.
Hal yang benar-benar membuat santri sibuk atau dikejar deadline karena kitab
yang diaji harus lengkap ma’nani-nya. Itulah salah satu syarat mengikuti
ulangan Madrasah. Meskipun agak berat untuk dilakukan, namun ketika dijalani
dengan ikhlas saya pun bisa menghadapinya.
Hal yang paling
unik dalam kehidupan berpesantren yaitu ketika melakukan kegiatan di sekolah
formal, hampir semua anak yang mondok waktu istirahat adalah waktu emas untuk
tidur. Karena kurangnya tidur di pondok, mereka memanfaatkan waktu istirahat
untuk sekedar tidur sesaat. Ada juga yang memanfatkan istirahat sekolah sebagai
waktu untuk menghafal hafalan di pondok masing-masing. Saya pun tidak
melewatkan waktu istirahat di sekolah hanya untuk tidur sejenak. Dan ketika ada
kesempatan di waktu senggang pasti saya selalu membawa juz ‘amma demi gugurnya
kewajiban yang harus dilaksanakan di Pondok.
Saat liburan pondok
pun, banyak guru yang kontra terhadap sikap murid-muridnya, karena mereka lebih
memilih mengambil kesempatan liburan pondok dari pada harus sekolah di sekolah
formal. Perlu diketahui bahwa libur pondok disesuaikan dengan bulan hijriayah
seperti bulan Rabiul awwal, Dhulhizah. Banyak pengalaman yang dialami saat
liburan pondok bagi yang belum memilih untuk mengambil kesempatan liburan ke
rumah, yaitu kita dapat leluasa membeli makanan di luar pondok yang biasanya
dilarang untuk membawa makanan atau jajanan dari luar. Hal ini bertujuan untuk
menjaga santri dari hal apapun yang mempengaruhi dalam menuntut ilmu sesuai
yang diajarkan oleh kitab Taalim Mutaalim yang mana bagi seseorang yang
sedang menuntut ilmu harus wirai artinya menjaga dari hal-hal yang
buruk. Selain itu, saat liburan seringkali digunakan untuk mencari kenalan
dengan lawan jenis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara “Komunikasi Kode”
maksudnya yaitu berkomunikasi menggunakan jari contohnya huruf A digunakan
dengan jari telunjuk kanan dan kiri ditempelkan yang seperti membentuk segitiga.
As-Salafiyat adalah
salah satu Pon-Pes Salaf yaitu Pondok yang masih menekankan ajaran-ajaran dulu.
Dalam hal membentuk aturan pun sangat disiplin seperti batas waktu ketika ada
di luar Pondok yaitu Jam 1 siang. Tidak heran ketika ada acara besar atau ada
kesempatan untuk keluar pondok, itu sangat dimanfaatkan oleh santri untuk bercenkrama
dengan orang-orang baru.
Rasa suka memang
tidak bisa dilarang untuk pergi, namun saya masih bisa menahannya untuk tumbuh
dalam hati secara berlebihan. Saya pernah menyukai seorang kakak kelas
laki-laki yang mempunyai akhlak yang baik. Saya menyebutnya kakak handsome,
karena selain akhlaknya baik, parasnya pun tampan. Untuk sekedar menyatakan
rasa suka itu saya menulis surat yang di dalamnya berisi tentang
ungkapan-ungkapan dalam Bahasa Arab. Dia pun tidak mengerti dengan apa yang
saya maksud. Dari situ lah saya berkomunikasi dengan kakak kelas yang saya
anggap seperti kakak saya sendiri. Saya sering membuat surat untuk sekedar
menanyakan kabar. Namun, surat-surat yang saya terima dari kakak handsome telah
diambil oleh pihak Keamanan Pondok. Hal sekecil apapun pasti diketahui oleh
pihak keamanan. Begitulah ketatnya Pondok As-Salafiyat.
Satu ungkapan untuk
keadaan saat musim hujan di As-Salafiyat yaitu “heran”. Karena saat musim
hujan, bukannya air di kamar mandi melimpah, ini kebalikannya. Bahkan bisa
disebut “ngerok” saking tidak ada air di dalam bak mandi. Ketika musim
hujan datang, saya dan teman-teman bersiap untuk numpang mandi di Pondok lain.
Bahkan saya pernah numpang mandi di Makbaroh. Makbaroh yaitu tempat makam,
tetapi di sana juga ada kamar mandinya. Saya sangat senang karena saya
memutuskan untuk numpang mandi di makbaroh karena dalam perjalanan, saya
bertemu dengan kakak handsome. Bisa disebut sengsara membawa hikmah.
Khataman adalah
salah satu agenda tahunan di semua Pondok termasuk di As-Salafiyat. Khataman
adalah serapan dari Bahasa Arab yaitu dari kata Khatam yang artinya tamat.
Adapun di setiap Pondok ada dua jenis Khataman yaitu Khataman Juz ‘amma dan
al-Qur’an. Saya terdaftar menjadi peserta Khataman (Khotimat) Juz ‘amma di
tahun kedua saya mondok, dan khataman al-Qur’an di tahun ketiga.
Setalah Khataman
adalah puncak dari kegiatan selama satu tahun di Pondok Pesantren. Liburan
panjang yang ditunggu-tunggu telah dating. Namun satu minggu setelah Khataman,
ada acara Imtihan. Imtihan yaitu acara perpisahan. Ini merupakan acara yang
paling ramai dikunjungi. Dan ada atraksi bola api.
Terlalu banyak
pengalaman yang didapat ketika belajar di Pondok Pesantren. Saya pun akhirnya
menyesal kenapa saya harus mondok hanya 3 tahun. Sang Kiayi pun menyarankan
jika ingin belajar di Pondok Pesantren minimal 7 tahun, tetapi akhirnya bisa
melanjutkan untuk belajar di Pondok Pesantren semasa kuliah.