Rabu, 11 Januari 2017

Santri Punya Cerita



Memorian saat di Pondok Pesantren as-Salafiyat tahun 2007-2010

Pertama kali menginjakkan kaki di Pondok Pesantren ketika saya berumur 16 tahun. Alasan saya mempelajari ilmu Agama di Pesantren yaitu karena saya ingin seperti kakak saya yang semuanya mondok di pesantren. Selain itu, karena memang diminta oleh orangtua agar mondok, dikarenakan khwatir akan pergaulan di rumah. Semua kebutuhan untuk mondok pun dipersiapkan, mulai dari kebutuhan pribadi, perlengkapan sekolah dan lainnya. 

Selain mondok di pesantren di as-Salafiyat, saya juga telah mendaftar di sebuah sekolah Madrasah Aliyah Negeri Model Babakan Ciwaringin Cirebon. Sekolah yang jaraknya dekat dengan pon-pes as-Salafiyat. awalnya memang niat saya mondok yaitu karena saya harus sekolah di MAN Model Babakan Ciwaringin, tetapi setelah saya mengetahui dari seorang kiayi bahwa niat mondok itu jangan sekolah sambil mondok tetapi modok sambil sekolah. Jadi yang diutamakannya adalah mondok bukan sekolah formal.

Kehidupan saya mulai berubah setelah berada di pondok pesantren, karena semuanya mulai dari kondisi, kebiasaan dan kegiatan sangat berbeda seperti yang dibayangkan. di minggu-minggu awal saya terus-menerus menangis karena ingin pulang dan tidak kerasan dipon-pes as-Salafiyat padahal kakak saya juga mondok di tempat itu. Namun dari pihak pesantren memberikan air doa sebagai usaha agar anak yang mondok bisa kerasan. Lambat laun saya mulai kerasan di pondok karena saya berpikir bahwa jangan sampai saya mengecewakan perasaan kedua orangtua saya.

Kegiatan dipon-pes As-Salafiyat pun dijalani, semua orang pun tahu bahwa pon-pes As-Salafiyat adalah Pon-Pes puteri yang paling padat kegiatannya. Kesehariannnya yaitu shalat subuh berjamaah, dilanjutkan dengan mengaji kitab kuning menggunakan teknik sorogan setelah itu bagi anak yang sekolah formal harus bersiap-siap untuk berangkat sekolah, sepulang sekolah saya sudah ditunggu dengan kegiatan madrasah siang hingga asyar. Setelah itu, shalat asyar berjamaah, santri diminta untuk cocogan. Cocogan yaitu bimbingan membaca al-Qur’an kepada pengurus sebelum mengaji kepada pengasuh Pon-Pes As-Salafiyat. seperti biasanya shalat magrib pun berjamaah, setelah shalat magrib mulailah para santri pemula membaca al-Qur’an di Musolah yang dibimbing oleh pengurus hingga berkumandang adzan isya. Jamaah shalat Isya pun merupakan kegiatan keseharian, setelah shalat Isya ada kegiatan musyawaroh. Musyawaroh yaitu kegiatan mengulang pelajaran yang telah dipelajari ketika madrasah siang hingga pukul 10 malam. Setelah itu barulah istirahat.
Bel merupakan salah satu alat wajib di setiap kegiatan dan itulah yang membuat saya tergesa-gesa ketika melakukan kegiatan dan membuat kaget. Semua kegiatan pasti diawali dengan bel tanda bahwa kegiatan dimulai dan kegiatan berakhir. Kegiatan yang begitu padat membuat saya lupa bahwa saya awalnya tidak kerasan. 

Pengalaman yang sering dialami oleh santri pemula yaitu saat mengantri untuk mandi, jika kita tidak tahu aturan mainnya, menunggu berjam-jam di depan pintu kamar mandi akan percuma. Karena pasti di setiap kamar mandi sudah ada daftaran (antrian). Ini merupakan masalah utama mengapa banyak santri yang tidak kerasan di pondok Pesantren. Inilah yang menjadi tantangan bagi santri bahwa jika ingin mandi, ya harus bangun awal dan secara tidak langsung mengajarkan kita untuk melaksanakan shalat malam. Tetapi saya bersyukur karena saya masih bisa bertahan dan mempelajari Agama di sini. Banyak pelajaran hidup yang saya alami di sini seperti kesabaran, keikhlasan, berbagi, kerja keras, kalau di pondok ada bahasa ngaji rasa, maksudnya harus bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. 

Taziran atau hukuman di pondok bermacam-macam tergantung bagaimana bentuk kesalan yang diperbuat seperti tidak berjamaah, mengantuk saat kegiatan, tidak piket, bahkan menaruh al-Qur’an di tempat yang dilarang di Musolah saat kegiatan pun ada hukumannya. Kesalahan itu yang sehari-hari sering dilakukan dan hukumannya pun ringan seperti membayar denda sebesar Rp. 1000. Jika ingin hukuman bentuk pekerjaan seperti membersihkan Musolah, mencuci Lap. Namun ada hukuman khusus dan cukup berat bagi santri yang pacaran, bolos, yaitu menguras bak mandi bahkan disiram oleh air comberan/got.

Saya pun mempunyai pengalaman saat teman saya janjian dengan pacarnya dan ketahuan oleh pengurus pondok dan akhirnya kami dihukum, sebenarnya saya tidak ikut menemani teman saya bertemu dengan pacarnya, namun karena solidaritas saya pun ikut membantu menjalani hukuman itu. Hukuman itu memberikan saya pelajaran bahwa ketika saya berada di pondok apapun harus benar-benar dijaga, untuk kebaikan kita sendiri. Tak hanya bidang keamanan, saat bidang pendidikan beraksi pun saya sering bersembunyi di kamar mandi karena ada pemeriksaan kuku, dan faktanya kuku bagian jari kelingking saya cukup panjang. Biasanya diadakan pemeriksaan saat akan madrasah siang seperti pemeriksaan seragam, dan perlengkapan lainnya. Karena saat pembelajaran di madrasah santri diwajibkan menggunakan kaos kaki. 

Sesuatu yang menegangkan dalam kegiatan pondok yaitu saat menghadapi ulangan madrasah. Ulangan Madrasah dilakukan tiga kali selama satu tahun, sering disebut juga catruwulan. Ada tiga hal yang dinilai dalam pelaksanaan ulangan Madrasah yaitu tes tulis, tes lisan atau membaca kitab kuning dan hafalan sesuai dengan tingkatan kelas masing-masing. Hal yang benar-benar membuat santri sibuk atau dikejar deadline karena kitab yang diaji harus lengkap ma’nani-nya. Itulah salah satu syarat mengikuti ulangan Madrasah. Meskipun agak berat untuk dilakukan, namun ketika dijalani dengan ikhlas saya pun bisa menghadapinya. 

Hal yang paling unik dalam kehidupan berpesantren yaitu ketika melakukan kegiatan di sekolah formal, hampir semua anak yang mondok waktu istirahat adalah waktu emas untuk tidur. Karena kurangnya tidur di pondok, mereka memanfaatkan waktu istirahat untuk sekedar tidur sesaat. Ada juga yang memanfatkan istirahat sekolah sebagai waktu untuk menghafal hafalan di pondok masing-masing. Saya pun tidak melewatkan waktu istirahat di sekolah hanya untuk tidur sejenak. Dan ketika ada kesempatan di waktu senggang pasti saya selalu membawa juz ‘amma demi gugurnya kewajiban yang harus dilaksanakan di Pondok.

Saat liburan pondok pun, banyak guru yang kontra terhadap sikap murid-muridnya, karena mereka lebih memilih mengambil kesempatan liburan pondok dari pada harus sekolah di sekolah formal. Perlu diketahui bahwa libur pondok disesuaikan dengan bulan hijriayah seperti bulan Rabiul awwal, Dhulhizah. Banyak pengalaman yang dialami saat liburan pondok bagi yang belum memilih untuk mengambil kesempatan liburan ke rumah, yaitu kita dapat leluasa membeli makanan di luar pondok yang biasanya dilarang untuk membawa makanan atau jajanan dari luar. Hal ini bertujuan untuk menjaga santri dari hal apapun yang mempengaruhi dalam menuntut ilmu sesuai yang diajarkan oleh kitab Taalim Mutaalim yang mana bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu harus wirai artinya menjaga dari hal-hal yang buruk. Selain itu, saat liburan seringkali digunakan untuk mencari kenalan dengan lawan jenis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara “Komunikasi Kode” maksudnya yaitu berkomunikasi menggunakan jari contohnya huruf A digunakan dengan jari telunjuk kanan dan kiri ditempelkan yang seperti membentuk segitiga.

As-Salafiyat adalah salah satu Pon-Pes Salaf yaitu Pondok yang masih menekankan ajaran-ajaran dulu. Dalam hal membentuk aturan pun sangat disiplin seperti batas waktu ketika ada di luar Pondok yaitu Jam 1 siang. Tidak heran ketika ada acara besar atau ada kesempatan untuk keluar pondok, itu sangat dimanfaatkan oleh santri untuk bercenkrama dengan orang-orang baru. 

Rasa suka memang tidak bisa dilarang untuk pergi, namun saya masih bisa menahannya untuk tumbuh dalam hati secara berlebihan. Saya pernah menyukai seorang kakak kelas laki-laki yang mempunyai akhlak yang baik. Saya menyebutnya kakak handsome, karena selain akhlaknya baik, parasnya pun tampan. Untuk sekedar menyatakan rasa suka itu saya menulis surat yang di dalamnya berisi tentang ungkapan-ungkapan dalam Bahasa Arab. Dia pun tidak mengerti dengan apa yang saya maksud. Dari situ lah saya berkomunikasi dengan kakak kelas yang saya anggap seperti kakak saya sendiri. Saya sering membuat surat untuk sekedar menanyakan kabar. Namun, surat-surat yang saya terima dari kakak handsome telah diambil oleh pihak Keamanan Pondok. Hal sekecil apapun pasti diketahui oleh pihak keamanan. Begitulah ketatnya Pondok As-Salafiyat.

Satu ungkapan untuk keadaan saat musim hujan di As-Salafiyat yaitu “heran”. Karena saat musim hujan, bukannya air di kamar mandi melimpah, ini kebalikannya. Bahkan bisa disebut “ngerok” saking tidak ada air di dalam bak mandi. Ketika musim hujan datang, saya dan teman-teman bersiap untuk numpang mandi di Pondok lain. Bahkan saya pernah numpang mandi di Makbaroh. Makbaroh yaitu tempat makam, tetapi di sana juga ada kamar mandinya. Saya sangat senang karena saya memutuskan untuk numpang mandi di makbaroh karena dalam perjalanan, saya bertemu dengan kakak handsome. Bisa disebut sengsara membawa hikmah.  

Khataman adalah salah satu agenda tahunan di semua Pondok termasuk di As-Salafiyat. Khataman adalah serapan dari Bahasa Arab yaitu dari kata Khatam yang artinya tamat. Adapun di setiap Pondok ada dua jenis Khataman yaitu Khataman Juz ‘amma dan al-Qur’an. Saya terdaftar menjadi peserta Khataman (Khotimat) Juz ‘amma di tahun kedua saya mondok, dan khataman al-Qur’an di tahun ketiga.

Setalah Khataman adalah puncak dari kegiatan selama satu tahun di Pondok Pesantren. Liburan panjang yang ditunggu-tunggu telah dating. Namun satu minggu setelah Khataman, ada acara Imtihan. Imtihan yaitu acara perpisahan. Ini merupakan acara yang paling ramai dikunjungi. Dan ada atraksi bola api.

Terlalu banyak pengalaman yang didapat ketika belajar di Pondok Pesantren. Saya pun akhirnya menyesal kenapa saya harus mondok hanya 3 tahun. Sang Kiayi pun menyarankan jika ingin belajar di Pondok Pesantren minimal 7 tahun, tetapi akhirnya bisa melanjutkan untuk belajar di Pondok Pesantren semasa kuliah.

Sejarah Desa Karangmuncang

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah merupakan kejadian di masa lalu yang tidak boleh kita lupakan begitu saja, karena dengan adanya sejarah kita dapat mengambil banyak pelajaran dari kejadian di masa lalu dan berharap agar kehidupan di masa mendatang akan menjadi lebih baik lagi. Di berbagai daerah di nusantara pasti mempunyai sejarah yang berbeda-beda yang menjadi cirri khas dari daerah tersebut. Tidak hanya sejarah suatu daerah, masih banyak lagi sejarah tentang suatu kebudayaan, sejarah tentang suatu tempat wisata.
Sebuah sejarah tidak luput dari para tokoh-tokoh yang berkaitan dengan sejarah tersebut. Itu sebabnya mengapa sejarah sangat penting bagi kehidupan kita sekarang. Karena tanpa sejarah, kita mungkin tidak hidup di zaman sekarang. Fenomena yang sering dijumpai yaitu remaja sekarang jarang sekali yang mengetahui tentang sejarah suatu tempat bahkan tempat asalnya sendiri. Oleh karena itu, seperti akronim dari Soekarno yaitu “Jas Merah“ yang memiliki kepanjangan dari “Jangan lupakan sejarah”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Desa Karangmuncang ?
2.      Bagaimana Perkembangan Agama Islam di Desa Karangmuncang ?
3.      Bagaiman Pengaruh Sejarah Desa Karangmuncang Terhadap Warga ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui Sejarah Desa Karangmuncang ?
2.      Mengetahui Perkembangan Agama Islam di Desa Karangmuncang ?
3.      Mengetahui Pengaruh Sejarah Desa Karangmuncang Terhadap Warga ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Desa Karangmuncang
Sejarah Desa Karangmuncang berawal saat sebelum adanya kemerdekaan Indonesia. Saat Negara Indonesia dijajah oleh Belanda, wilayah ini pun terkena dampaknya. Ada beberapa sesepuh di desa ini yang ditembak dan diculik diantaranya yaitu K.H Abdul Mukti, K.H Asyari dan K.H Umar. Awalnya sebelum ada pemukiman, ini merupakan sebuah tanah yang luas dan merupakan hutan belantara. Daerah ini sebelumnya bernama Cantilan Timbang, karena terlalu luas maka masyarakat di daerah tersebut ingin berdiri sendiri. Sehingga memisahkan diri dengan desa lain.
Ada yang mengatakan bahwa sebelum diberi nama Karangmuncang, daerah ini bernama Karang nangtung dan Karang Tunggal karena di daerah ini tidak ada satu pun permukiman warga dan desa ini termasuknya hutan belantara. Kemudian ada sayembara kepada warga bahwa barang siapa yang bias mendirikan karangnangtung, maka akan menjadi hak milik orang tersebut. Dan yang menyanggupinya yaitu kiayi buya abdul azis. Beliau merupakan buyut dari ibu si penulis, dan ia menikah dengan ibu siti zulaiha yang merupakan wanita tercantik se Kabupaten.
Alasan dinamakan desa Karangmuncang yaitu karena pada zaman dahulu ada sebidang tanah di kebun yang ditanami pohon muncang, jika dalam bahasa Indonesia yaitu pohon kemiri yang bermakna keras kulitnya/cangkangnya. Tetapi ketika sudah dipecah, itu merupakan salah satu bumbu yang digunakan ketika memasak, dan memiliki aroma yang khas dan enak. Orang yang menanam pohon muncang (kemiri) yaitu Mbah Kuwu Sangkan dari Cirebon Girang.
Salah satu Kiayi di wilayah ini mengatakan bahwa jika dilihat dari filosofi buah muncang (Kemiri) bahwa buah muncang memiliki tekstur yang halus dan lembut dan dilindungi oleh kulit atau cangkang yang keras. Sehingga Kiayi tersebut mengharapkan warga desa Karangmuncang memiliki pribadi yang kuat dan keras terhadap hal-hal yang melenceng dari ajaran agama dan norma. Tetapi di balik ketegasan di luar masyarakatnya pun memiliki kelembutan hati di dalamnya. Sehingga melawan dengan keras perbuatan yang munkar. Seperti ketika ada yang membeli keimanan masyarakat di desa tersebut, mereka berani menentang secara keras.

B.     Perkembangan Islam di Desa Karangmuncang
Perkembangan Islam di Desa Karangmuncang berawal saat K.H Abdul Mukti memimpin sebuah Pesantren di desa ini, yang memiliki santri yang sangat banyak hingga ada santri yang berasal dari daerah lain seperti Bandung, Tasik Cianjur, Ciamis dan daerah di sekitar desa Karangmuncang. Saat beliau memimpin Pondok Pesantren, kegiatan keagamaan di desa Karangmuncang menjadi sangat pesat.
Seperti pepatah mengatakan “siapa menanam ia menuai” inilah yang menjadi buah dari belajar saat di Pondok Pesantren. Mereka mengamalkan ajaran yang ia pelajari. Dan alumni Pondok Pesantren itu akhirnya menjadi kiayi-kiayi besar, santrinya pun berbalik belajar ke daerah-daerah mereka.
Setelah wafatnya K.H Abdul Mukti, pesantren ini menjadi menurun peminatnya, tidak seperti saat dipimpin oleh beliau, tetapi masih ada santri yang ingin belajar di Pesantren tersebut namun dipimpin oleh K.H Soheh, yang belajar agama pun hanya di wilayah Kabupaten Kuningan. Saat K.H Soheh meninggal, yang memimpin yaitu anaknya.
Pada tahun 2000 an santri yang mondok di Pesantren menjadi sedikit. Proses belajar mengajarnya pun central yaitu di Masjid Nurul Huda, semua anak-anak yang mengaji yaitu anak di desa Karangmuncang. Pada saat itu, Ustad lah yang mengunjungi ke masjid untuk mengajar agama, itu bertahan hingga sekitar 12 tahun. Pada saat tahun 2013 proses belajar mengaji dilakukan di tiga tempat yaitu di rumah masing-masing ustad. Sedangkan yang mengaji di masjid hanya anak-anak Sekolah Menengah, itu pun hanya sedikit. Seperti sudah tidakada keinginan untuk mengaji. Hingga saat ini, central belajar mengaji yaitu di salah satu rumah Ustad, tidak lagi di Masjid. Sudah tidak ada keramaian lagi di masjid karena digantikkan dengan keramaian di salah satu rumah Ustad.


C.    Pengaruh Sejarah Desa Karangmuncang terhadap Warga
Selain filiosofi yang telah dipaparkan di atas, sejarah Desa Karangmuncang merupakan kejadian yang sangat berpengaruh bagi masyarakat di sekitarnya karena siapa saja yang tinggal di desa tersebut jika ada suatu masalah pasti sulit untuk dipecahkan, tetapi jika sudah mengetahui cara penyelesaiannya. Maka akan berbuah manis.
Para pemimpinnya pun sangat mempengaruhi warga Desa Karangmuncang. Di bawah ini merupakan Kepala Desa Karangmuncang yaitu sebagai berikut :
1.      Kepala Desa (Kuwu)       : Bapak Keca
2.      Kepala Desa (Kuwu)       : Bapak Karna
3.      Kepala Desa (Kuwu)       : Bapak Dulyamin
4.      Kepala Desa (Kuwu)       : Bapak K. H Umar
5.      Kepala Desa (Kuwu)       : Bapak Yoyo
6.      Kepala Desa (Kuwu)       : Bapak Kuswari Nuridin
Saat ini warga Desa Karangmuncang memiliki lapangan pekerjaan di bidang pembuatan roti. Namun ada saja Masyarakat Di Desa Karangmuncang yang masih merantau ke ibu kota. Masyarakat desa Karangmuncang memang terkenal dengan pabrik roti di kampong sendiri atau pun di daerah orang lain.
Semua yang saya tulis merupakan hasil wawancara dari Ustad Muhammad Nasir yang merupakan sesepuh di Desa Karangmuncang.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sejarah dinamakan desa Karangmuncang yaitu karena pada zaman dahulu ada sebidang tanah di kebun yang ditanami pohon muncang, jika dalam bahasa Indonesia yaitu pohon kemiri yang bermakna keras kulitnya/cangkangnya. Tetapi ketika sudah dipecah, itu merupakan salah satu bumbu yang digunakan ketika memasak, dan memiliki aroma yang khas dan enak. Orang yang menanam pohon muncang (kemiri) yaitu Mbah Kuwu Sangkan dari Cirebon Girang.
Perkembangan Islam di Desa Karangmuncang berawal saat K.H Abdul Mukti memimpin sebuah Pesantren di desa ini, yang memiliki santri yang sangat banyak hingga ada santri yang berasal dari daerah lain seperti Bandung, Tasik Cianjur, Ciamis dan daerah di sekitar desa Karangmuncang. Saat beliau memimpin Pondok Pesantren, kegiatan keagamaan di desa Karangmuncang menjadi sangat pesat.
Sejarah Desa Karangmuncang merupakan kejadian yang sangat berpengaruh bagi masyarakat di sekitarnya karena siapa saja yang tinggal di desa tersebut jika ada suatu masalah pasti sulit untuk dipecahkan, tetapi jika sudah mengetahui cara penyelesaiannya. Maka akan berbuah manis.


B.     Saran
Harapan saya para siswi dapat memahami isi dari pembahasan yang telah saya paparkan, agar dapat megetahui tentang isi dari pembahasan makalah saya.
Semoga makalah ini menjadi makalah yang sesuai dengan harapan guru Mata Pelajaran Kesenian. Apabila ada kritik dan saran yang sekiranya membangun, saya sangat mengharapkan demi terwujudnya makalah yang lebih baik.